Entrepreneur Class STIE BPKP
Masyarakat Indonesia pada umumnya sangat mengenal panganan Bakso. Baik dari kalangan anak-anak sampai lanjut usia, maupun dari berbagai latar belakang profesi, banyak yang menggemari bakso. Bakso juga tidak mengenal musim, di kala hujan atau kemarau tidak memengaruhi selera orang untuk memakan bakso. Hal ini yang menjadi dasar keberanian pebisnis Anke Dwisaputro dalam mengembangkan bisnis bakso dan mie ayam yang diberi merek “Bakso Bom Mas Erwin Wonogiri”.
Di sisi lain, karena kepopulerannya itu tentunya ada persaingan sangat sengit karena begitu banyak para pedagang bakso, lalu bagaimana kiat Anke bisa tetap mengembangkan bisnisnya ini?
Usaha ini bermula sejak tahun 1989. Awalnya hanya bakso yang dijual menggunakan gerobak sampai memiliki konsep gerai sekarang ini. Dan mulai menawarkan kemitraan sejak Januari 2016. Anke yang juga pemilik Sentra Waralaba Indonesia mulai mengakuisisi Bakso Bom tahun 2008. Ia membantu Suparmin sang pemilik warung untuk berjualan bakso dengan gerobak selama 25 tahun dan membuka satu gerai kecil di daerah Bekasi.
Hingga kini perkembangan Bakso Bom makin pesat. Gerainya sudah ada 13 cabang franchise di Jabodetabek, dengan omzet bisa mencapai Rp 3 juta sehari. Mengandalkan bakso-bakso dengan varian rasa, dan strategi promosi media sosial, mendorong rasa percaya diri Anke dan tim untuk terus melebarkan sayap. Untuk bakso kelas premium namun dengan harga terjangkau, Bakso Bom menjadi salah satu alternatif. Berikut ini kutipan wawancara SWA Online dengan Anke Dwisaputro:
Mengapa percaya diri mengembangkan usaha bakso?
Bakso itu secara garis besar ada genre-nya: Bakwan Malang, Solo Wonogiri, dan Chinese. Bakso Bom termasuk genre Solo Wonogiri. Saya tertarik mengembangkan usaha bakso ini karena saya percaya bahwa bakso adalah makanan yang universal, artinya bisa bersahabat dengan lidah banyak orang Indonesia. Bisa dibilang jajanan nomor satu. Jadi kita tidak perlu lagi upaya untuk memperkenalkan. Berbeda kalau kita menjual makanan asing luar negeri misalnya.
Bagaimana ceritanya bisa mengembangkan penjualan dari gerobak ke gerai dan franchise?
Awalnya Pak Suparmin berdagang bakso ini kecil-kecilan hanya menggunakan gerobak, kemudian saya menyaksikan kegigihan dan kenikmatan dari baksonya. Setelah melakukan banyak diskusi dan meminta pendapat dari banyak pakar kuliner lalu saya membantu beliau mengonsepkan supaya lebih sistematis. Saya dampingi bisnisnya, bikin prototype outlet, memikirkan cara supaya manajemennya bagus sehingga bisa naik kelas. Saat ini saya sebagai pemegang merek, di mana termasuk dalam naungan Sentra Waralaba Indonesia (SWI). Sebuah organisasi inkubasi bisnis UKM dan franchise milik saya, untuk mengembangkan usahanya menjadi usaha kerjasama peluang usaha.
Apa perbedaan dari bakso-bakso lain?
Perbedaan Bakso Bom dengan bakso lain adalah varian isi yang beragam dan bahan baku yang terbuat dari 90% daging sapi asli, yaitu 10 kilogram daging sapi hangat (daging yang tidak melalui proses pendinginan) dan satu kilogram tepung. Bakso kita juga bebas dari bahan berbahaya, sama sekali tidak memakai bahan pengawet, pemutih, borax, formalin, pengenyal.
Kemudian proses produksi yang dilakukan di central kitchen Bakso Bom memerlukan pengawasan yang ketat guna menjaga kualitas bakso. Karena tidak memakai pengawet sama sekali sehingga cukup bertahan 8 jam di luar ruangan. Semua produksi dilakukan di pusat produksi kami di Bekasi.
Kita mencoba inovasi bakso dengan beraneka macam isi, seperti daging cincang pedas, keju, telur, urat, dan granat, smoke beef, sosis, dan pengembangan terakhir adalah bakso beranak.
Bagaimana strategi promosi?
Sejak Maret 2016, resmi dibuka cabang mitra 1 berlokasi di Pondok Gede, Jakarta Timur. Meskipun lokasinya termasuk pinggiran Jakarta, tapi rupanya tidak menjadi penghalang konsumen. Sejak awal dibuka tidak kurang dari 100 porsi sehari ludes terjual, bahkan jika weekend mencapai lebih dari 200 porsi. Sebuah angka yang lumayan untuk Warung Bakso yang baru buka 1 bulan dan dengan jumlah pesaing lebih dari 5 warung bakso yang sudah ada sebelumnya di jalan raya tersebut. Iya dengan franchise, sudah ada 13 cabang di jabodetabek. Punya saya sendiri ada dua.
Kami sangat memanfaatkan media sosial. Saya percaya bahwa setiap orang adalah pemasar. Pengunjung yang datang foto-foto lalu diupdate ke medsos-nya itu termasuk bagian dari promo juga. Selain itu, kami juga punya promo unik, yaitu setiap gerai yang baru buka akan gratis bagi 100 pengujung pertama. Lalu setiap bulan Agustus akan digratiskan bagi pembeli yang bernama Agus, dan juga menggratiskan bagi ibu hamil.
Bagi yang berminat untuk franchise ada paket yang bisa dipilih. Semua bahan akan dikirim dari kita, karyawan, posisi warung juga nanti diatur.
Segmen pasar mana yang dituju?
Seperti yang saya jelaskan tadi, bakso disukai semua kalangan. Pelanggan kita mulai dari yang naik motor sampai naik mobil mewah. Karena bakso Bom ini menjual bakso kualitas premium tapi dengan rentang harga yang sangat terjangkau, pointingnya Rp 20-30 ribu. Kita rasa sudah di produk konsep yang tepat, pasar yang tepat.
Berbicara deferensiasi produk, sudah ada juga yang menjual serupa, bagaimana tanggapannya?
Tidak ada masalah, memang kami bukan pionir bakso dengan isi, bahkan di salah satu cabang kita juga sudah ada warung bakso isi namun tetap laku-laku saja. Yang terpenting itu tadi, kami tidak pakai pengawet sama sekali. Kami memperhatikan kebersihan tempat dan harga yang terjangakau. Ini bakso kualitas premium, sama dengan bakso yang dijual di restoran bakso mahal terkenal, tapi kita jualnya dengan jauh lebih murah.
Berapa omset yang didapat?
Kalau sedang ramai sekali bisa mencapai Rp 10 juta sehari. Tapi biasanya sekitar Rp 3 juta sehari.
Apa target selanjutnya?
Rencana akan menambah hingga 25 gerai lagi, dan membuka cabang pusat provinsi. Supaya pengiriman tidak begitu jauh, maka perlu ada cabang produksi provinsi. Selain itu, saya sebagai pemilik SWI juga akan mengembangkan bisnis kuliner lainnya, ini sudah tahap final tinggal menunggu launching saja.